'Cause all of me loves all of you
Love your curves and all your edges
All your perfect imperfections
Give your all to me
I'll give my all to you
You're my end and my beginning
Even when I lose I'm winning
'Cause I give you all of me
And you give me all of you, oh oh
Adalah Bintang, gadis cilik yang belum genap lima tahun itu putri pertama Mas Beni dan Mbak Indah, tetangga depan rumahku. Aku tak banyak tahu tentangnya, bahkan kelahirannya pun aku tak tahu karena memang aku lama merantau dan pulang hanya satu tahun sekali.
Malam itu seperti biasa, aku bersilaturrahim bergilir ke rumah bibi dan Mbak Sam, tetangga sebelah yang seperti saudara sendiri. Selepas itu, aku kembali pulang dan mendapati Bintang tengah berdiri sendiri di depan rumahnya. Tak hanya berdiri, ia juga berjalan kesana-kemari dengan sebuah selimut membalut tubuhnya bak pakaian ibu peri. Ia menari-nari, dan yang lebih menarik perhatianku adalah suaranya.
Nyaring sekali ia berdendang. Suaranya yang imut terdengar menggelikan. Aku tak segera masuk ke dalam rumah, masih asyik menikmati pemandangan lucu dari seorang bocah lucu yang menari-nari dengan menyanyikan lagu yang tak asing di telingaku. Bintang, tak sedikitpun malu bahkan saat melihatku menikmati tingkahnya.
Yang kutahu, Mas Beni sejak remaja memang sangat suka musik dan menyalakannya dengan kencang mulai musik pop, religi, hingga lagu-lagu berbahasa Inggris. Persis seperti Mas-masku yang lain dan juga adik-adikku atau sepupu samping rumah. Memang itulah salah satu kebiasaan anak muda di desa kami yang terkadang bergantian memainkan musik kesukaan masing-masing.
Di balik tirai jendela ruang tamu, aku kembali mengamatinya. Aku tertawa geli melihat Bintang yang berambut ikal dengan fasih menyanyikan lagu John Legend yang diiringi musik asli dari dalam rumahnya. Aku heran, takjub dan geli karena cara bernyanyinya yang tak menunjukkan dia seorang batita. Meski terdengar fasih dan hafal tiap bait lagu itu, tak lepas darinya suara 'pelat' dan 'cekli' miliknya. Bintang tampak bahagia. Ia masih terus saja menyanyi dan menari-nari dengan lagu berbahasa Inggris yang ia hafal baik lirik maupun nadanya. Sesekali nafasnya tersengal-sengal, semakin menambah kelucuannya.
Bintang, nyanyiannya memberikan pelajaran kepadaku. Bukan soal makna dari lagu itu. Dari situlah aku mengurai kehidupan seorang anak dengan golden age-nya yang masih segar, lentur, membutuhkan sentuhan dan arahan.. Ini soal habbit, kebiasaan yang sejak kecil sudah dibentuk dan kelak akan menuai buahnya. Benar memang, meski tampak sepele kebiasaan yang berulang dilakukan sedari dini akan berpengaruh saat dewasa nanti. Termasuk lagu yang berbahasa Inggris. Anak sekecil itu akan menangkap apa yang ia dengar, ia akan mengikuti dan tanpa menghafalpun ia akan hafal dengan sendirinya. Lihatlah, kelak ketika dewasa ia akan menyukai lagu bahasa Inggris, pelajaran bahasa Inggris dan macam-macam terkaitnya yang tentu tak dapat dipungkiri membawa dampak positif bagi dirinya.
Selain kebiasaan, ada teladan yang dicontoh. Dari mana dia bisa berbicara jika tidak melihat orang di sekelilingnya berbicara? Begitu pula dengan kerja otak dan akhlaknya. Ia akan mencontoh orang terdekatnya. Termasuk soal bahasa itu tadi yang mau tidak mau akan mengikuti setiap jejak pendidikannya bahkan jika terjun di dunia kerja atau dunia lain.
Hal ini seperti yang kusimpulkan dari apa yang kurasakan dari Mas dan Mbakku. Mungkin mereka tidak menyadarinya, tapi sebenarnya sudah lama aku menyimpulkannya. Pertama, buku. Setiap pulang dari rantauan, Mas dan Mbakku membawakan buku untuk adik-adiknya. Yang kuingat, saat itu Masku menghadiahkan beberapa buku yang sangat kusuka dan kubaca bersama adikku berulang-ulang tanpa bosan, yaitu Ensiklopedi Anak Nasional Indonesia, Paman Gobber (Komik Donald Duck), Toto Chan Gadis Kecil di Jendela dan beberapa yang lain.
Masku yang lain, duduk bersamaku di ruang tamu dan memintaku membacakan buku untuknya lengkap beserta foot note yang ada. Yang kuingat, buku yang pernah kubacakan untuknya adalah Tenggelamnya Kapal Vander Wick, Dialog dengan Jin Muslim dan yang lain aku lupa. Ketika aku membacanya, muncul pula pertanyaanku kepadanya, maka ia pun menjelaskan apa yang ditanyakan anak kecil sepertiku dulu. Hingga aku telah beranjak seusia SMA, kami bertukar bacaan dan dia asyik mendekam di kamar atau ruang tamu untuk membaca buku yang kubawa.
Masku yang lain, duduk bersamaku di ruang tamu dan memintaku membacakan buku untuknya lengkap beserta foot note yang ada. Yang kuingat, buku yang pernah kubacakan untuknya adalah Tenggelamnya Kapal Vander Wick, Dialog dengan Jin Muslim dan yang lain aku lupa. Ketika aku membacanya, muncul pula pertanyaanku kepadanya, maka ia pun menjelaskan apa yang ditanyakan anak kecil sepertiku dulu. Hingga aku telah beranjak seusia SMA, kami bertukar bacaan dan dia asyik mendekam di kamar atau ruang tamu untuk membaca buku yang kubawa.
Sementara salah satu Mbakku yang saat itu masih kuliah, setiap kali perpulangannya selalu membawa novel atau majalah Annida yang membuat aku dan Mbakku yang satu lagi berebut bahkan bertengkar karena ingin segera membacanya. Annida memang majalah, tapi ia juga menjadi julukan bagi dua bocah yang saling berebut, singkatan dari namaku dan nama Mbakku. Aku melihat dan merasakannya. Hingga dewasa, hawa itu masih terasa. Termasuk bagaimana Bapak dan Ibuku dulu yang juga memiliki sejarah tentang buku.
Kedua, lagu. Mas-Mbakku punya beberapa selera yang sama soal musik. Nasyid dan lagu berbahasa Inggris mulai membudaya sejak lama. Tentang nasyid, bahkan Mbakku mencatatkan liriknya dan mengajariku seperti sedang les nyanyi. Lama kelamaan aku menyadari, itu salah satu dakwahnya di dalam keluarga di antara dakwah-dakwahnya yang lain.
Sementara yang berbau British, hampir semua menyukai musik berbahasa Inggris. Bukan sekedar untuk gaya-gayaan, tetapi juga sebagai pembelajaran. Dari situlah, mau tak mau menjadi tahu dan mencari tahu. Terkadang, meski belepotan saling chat dengan beberapa Mas dengan menggunakan bahasa Inggris. Ia pun sering update status di media sosial atau mengomentariku dengan menggunakan bahasa itu. Meski tidak pandai, tidak mahir dan sedikit tahu, paling tidak punya celengan tahu. Hingga yang unik, saat kutanya adikku tentang itu, dia menjawab dengan santainya, "Nggak tahu artinya, cuma suka aja, dengerin aja, ngawur aja liriknya, ngikutin."
Sementara yang berbau British, hampir semua menyukai musik berbahasa Inggris. Bukan sekedar untuk gaya-gayaan, tetapi juga sebagai pembelajaran. Dari situlah, mau tak mau menjadi tahu dan mencari tahu. Terkadang, meski belepotan saling chat dengan beberapa Mas dengan menggunakan bahasa Inggris. Ia pun sering update status di media sosial atau mengomentariku dengan menggunakan bahasa itu. Meski tidak pandai, tidak mahir dan sedikit tahu, paling tidak punya celengan tahu. Hingga yang unik, saat kutanya adikku tentang itu, dia menjawab dengan santainya, "Nggak tahu artinya, cuma suka aja, dengerin aja, ngawur aja liriknya, ngikutin."
Bahasa internasional, ia memang bukan bahasa akhirat, bukan bahasa Islam. Tapi mau tidak mau, mengakui atau tidak, setuju atau berontak, tak dapat dipungkiri faktanya bahwa ia memang sangat penting. Terlebih di dunia dengan zaman seperti ini. Begitupun buku, sejak kanak-kanak sering sekali mendengar, "Buku adalah jendela dunia." Ya, Islam pun mengajarkan agar kita menuntut ilmu walau ke negeri China, mencarinya sejak dari perut bunda hingga liang lahat, minal mahdi ilal lahdi, faridhotun 'ala kulli Muslimin hingga dikatakan undzur maa qoola, walaa tandzur man qoola, lihatlah apa yang disampaikan jangan melihat siapa yang menyampaikan.
Melihat dan mendengar Nyanyian Bintang, membuatku kembali menyadari akan pentingnya belajar mulai dini hingga tingkat usia yang meninggi. Bukan hanya di posisi Bintang atau posisiku di edisi lama saat masih bocah dulu. Tapi di edisiku yang saat ini, yang harus terus belajar bahkan di edisiku kelak saat berada pada posisi menjadi sosok orang tua.
Wallahua'lam.
Semoga bisa mengambil hikmah dari apa saja yang ada di depan mata. Lihat, dengar dan rasakan.
Semoga bisa mengambil hikmah dari apa saja yang ada di depan mata. Lihat, dengar dan rasakan.
Terima kasih kepada keluargaku tercinta yang dengan kesederhanaannya memberikan banyak warna yang mungkin tak disadari sebelumnya namun cukup dahsyat dampaknya.
Tetap, dan selalu seperti ini ; keep learning, growing and inspiring.
Jombang, 2 April 2016 | 10.34 WIB
~ Qurani
0 komentar:
Posting Komentar