This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Selasa, 03 Mei 2016

"UDAH BUNDARIN AJA!"




Sudah tahu salah satu karya Ust. Felix Y. Siauw yang berjudul "Udah Putusin Aja!" kan?
Yup, ini berbeda dengan karya Ustadz mu'allaf itu. Lebih tepatnya, ini tentang "Udah Bundarin Aja!"

Sebelum ke inti bahasan “Udah Bundarin Aja!”, sejenak saya ingin berbagi kisah nyata yang sering kali terjadi di pondok pesantren dan kehidupan bermasyarakat pada umumnya.

*****
Alkisah tiga santri (Restu, Infanda dan Narnia *nama samaran) tengah berseteru satu sama lain dikarenakan satu kesalahpahaman. Awalnya ketiganya pergi bersama keluar pondok karena ada urusan. Di tengah perjalanan Narnia hendak membeli es titipan teman-teman di kamarnya dan penjual es tersebut kebetulan memanggilnya.

“Ya sudah, kalian berdua duluan saja. Biar Narnia menunggu di sini,” ujar penjual es yang sudah sangat familiar dengan mereka.

Narnia terdiam tanpa kata, memandang keduanya dan gerak langkahnya menuruti saran penjual es. Melihat sikap Narnia yang demikian, Restu dan Infanda pun meninggalkannya, menuju rumah penjahit pakaian. Sepanjang perjalanan mereka saling mengungkap rasa kecewa atas sikap Narnia yang seakan membiarkan mereka pergi bahkan menganggap Narnia mengusir mereka.

Usai urusan dengan penjahit, Restu dan Infanda memilih jalur lain menuju pondok. Mereka sepakat untuk tidak lewat pintu belakang, mengira pintu itu sudah ditutup karena jam sudah menunjukkan hampir maghrib. Mereka juga sepakat membiarkan Narnia di penjual es, tidak ingin menjemputnya atau kembali bersama karena terbesit kemarahan di hati mereka.

“Biar saja, salah sendiri dia mengusir kita, membiarkan kita pergi lebih dulu. Pasti sekarang dia juga sudah pulang ke asrama dan gerbangnya sudah ditutup. Biar, nanti pasti kita berdua yang dimarahin ustadzah karena kita tidak pulang bersama-sama.”

Sementara itu Narnia tak sabar lagi menunggu mereka yang sudah cukup lama tak kunjung kembali. Ia pun memutuskan pulang lebih dulu saat gerbang belakang belum ditutup.

“Tuh kan, banyak anak putra. Kita mau lewat mana lagi? Biarlah, terpaksa lewat gerbang putra.” Dengan hati dongkol Restu dan Infanda bergegas masuk melalui gerbang putra.

Sesampainya di asrama putri mereka melihat Narnia sudah berada di kamar dengan membawa satu kresek berisikan beberapa bungkus es. Mereka pun menceritakan kejadian dan kemarahannya kepada salah seorang musyrifah asrama karena juga merasa memiliki tanggung jawab atas perizinan ketiganya yang akhirnya tidak kembali bersama.
Terjadilah gesekan di antara ketiganya. Mereka tidak saling sapa bahkan sama-sama tersungkur di balik selimut masing-masing. Ketiganya saling diam setelah sama-sama mengungkapkan kekecewaan dan kemarahan. Bahkan air mata membasahi pipi mereka.

Selang beberapa waktu kemudian datanglah sang musyrifah ke kamar mereka, menjadi penengah atas kesalahpahaman mereka. Uraian demi uraian disatupadukan dari laporan yang semula masuk dengan informasi berbeda satu sama lain. Dari penyatuan keterangan itupun diketahui bahwa ada kesalahpahaman di antara ketiganya.

Narnia yang linglung dan hanya diam menuruti saran penjual es yang bernama Bu Ndari atau biasa juga dipanggil Mbak Ndari (istri Pak Kholid petugas kebersihan) itu sejatinya tidak bermaksud mengusir kedua temannya. Dia yang lama menunggu mereka pun merasa kecewa dan marah karena keterlambatan mereka tanpa kabar. Ia berpikir kedua temannya meninggalkannya sehingga ia memilih segera kembali.

Sementara Restu dan Infanda juga berpikir tentang pengusiran yang dilakukan Narnia serta ketidaksetiakawanannya, berangapan Narnia sudah lebih dulu kembali dan mengacuhkan mereka. Jelaslah sudah kesalahpahaman mereka. Proses penyatuan tidak serta merta langsung terwujud, masih ada hati-hati yang dongkol sehingga tidak segera memaafkan.

“Ya sudah, semuanya kan tidak ada yang salah. Tadi hanya bermula dari tawaran Bu Ndarin, kan?” ujar musyrifah.

“Bukan Bu Ndarin, Us... Tanpa ‘N’, Bu Ndari,” sahut beberapa santri lain yang mengikuti proses mediasi dengan diiringi tawa riuh karena sang musyrifah berulang kali salah menyebut nama penjual es itu.    

Singkat cerita, setelah diberi pengertian hingga rayuan beberapa santri lainnya, akhirnya Restu, Infanda dan Narnia pun saling memaafkan dan berpelukan. Seluruh santri di dalam kamar tersebut kembali dalam keceriaan dan tawa persahabatan.

“Ukhti harus saling memaafkan. Biasanya kalau kita bertengkar kan anti juga yang bilang agar kita saling memaafkan dan tidak marah-marah,” kata salah seorang santri berkacamata.

“Iya... Masak kita harus bertengkar,” tambah santri lain yang  juga ditambah komentar beberapa santri. Senyum kembali merekah, satu kesalahpahaman telah usai.  

Alhamdulillah, Finish yaa.. Tidak ada salah paham dan marah-marahan lagi, kan? Besok beli es di Bu Ndarin tidak pakai saling dongkol lagi yaa..” tutup sang musyrifah.

“Bukan Bu Ndarin, Us.... Ndari, tanpa ‘N’,” teriak seluruh santri diiringi tawa. Rupanya ada kesalahpahaman kedua yang muncul tentang Bu Ndarin.

“Eh iya, Bu Ndari. Bukan Bu Ndarin. Nah, cocok nih.. Udah Bundarin Aja!

Seluruh santri bertanya-tanya, saling pandang tak mengerti maksudnya. Bundarin? “Udah Bundarin Aja!”, maksudnya? Mereka dibuat penasaran akan makna kalimat singkat itu.

*****


Yup! Ada maksud lain dibalik “Udah Bundarin Aja!”
Berasal dari kata bundar yang berarti lingkaran, melingkar. Dalam bahasa santai non formal, budarin berarti kata perintah yang menunjukkan agar melingkar. Lebih jauh, bundarin atau lingkarkanlah, bundarkanlah bermaksud agar kita merundingkan bersama dalam bundaran ukhuwah, bundaran musyawarah, bundaran perdamaian.
Seperti halnya kisah kesalahpahaman tiga sahabat tadi yang pada akhirnya dapat diselesaikan dengan proses ‘pembundaran’ oleh beberapa orang yang saling berupaya menyelesaikan, memiliki hajat yang sama yaitu perdamaian dan keutuhan persahabatan.

“Udah Bundarin Aja!” mengajarkan kepada kita untuk tidak memperpanjang permasalahan yang ada. ‘Jangan persulit kesukaran dan jangan persukar kesulitan’ dengan ‘menyelesaikan masalah tanpa masalah’.

“Udah Bundarin Aja!” juga mengajarkan adanya ketidaksempurnaan dalam diri manusia, ada khilaf yang harus disatupadukan kembali dengan cara manusia, cara kekeluargaan dan saling pengertian. ‘Man tholaba akhon bilaa ‘aibin baqiyaa bilaa akhin,’ artinya, ‘Barangsiapa mencari teman yang tidak memiliki aib atau cela, maka ia tidak akan mendapatkan teman.’ Itulah sebabnya memiliki sifat saling mengerti dan memaafkan akan membuat hati lebih legowo dan sahabat akan mudah didapat.

“Udah Bundarin Aja!” mengajak kita untuk menyederhanakan permasalahan, menyambungkan jalinan persahabatan yang mungkin telah didoktrin “Udah Putusin Aja!”

Jika yang dimaksud dengan “Udah Putusin Aja!” untuk hal-hal negatif, maka itu sangat dianjurkan, memotong habis segala keburukan menuju perbaikan. Namun jika digunakan untuk memutus ikatan positif, maka jalan yang harus ditempuh adalah  “Udah Bundarin Aja!”

“Udah Bundarin Aja!” bukan sekedar nama seorang penjual es, ada makna lain yang tak sengaja didapat dan mampu memberikan pelajaran kepada kita agar bisa berpikir lebih dewasa, bijak dan bersahabat. “Udah Bundarin Aja!” Lupakan kedongkolan, lupakan kesalahpahaman, satukan kembali ikatan, bersama dalam ukhuwah Islamiyah.

“Udah Bundarin Aja!” akan menjadi sebuah kisah klasik untuk masa depan bagi santri putri SMP-MBS Jombang, juga menjadi hikmah bagi yang lainnya untuk dijadikan pecikan inspirasi dengan menyederhanakan permasalahan, menyelesaikan masalah dan bukan mempermasalahkan masalah. “Udah Bundarin Aja!”


~ Qurani

Bareng, Jombang | 4 Mei 2016 

http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html http://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html
Diberdayakan oleh Blogger.