Diam bukan berarti tak bisa bersuara. Ada ungkapan hati yang dilantunkan dengan ritme berbeda. Tak bisa dipaksakan, tak harus disamakan.
Begitupun tegas. Bukan berarti ia jahat, sadis penuh murka dan amarah. Ia adalah ritme lain dalam pengungkapan suara hati yang tidak menutup ruang kebijaksanaan. Iramanya pun berbeda. Tak bisa dipaksakan, tak harus disamakan. Darinya, tak ada unsur menghakimi atau mengutuk sisi.
Keduanya adalah ekspresi. Yang bisa hadir kapan saja mengikuti tiap pergerakan masa. Berselang saling menopang untuk menjaga wazannya agar seimbang.
Ada keteduhan, ada senyum keindahan dan ada pula keikhlasan niat.
Namun demikian, semua itu jauh lebih baik jika dimulai dari diri sendiri.
Ya, bagaimana tegas dan bijak kepada diri. Bukan hanya memberlakukan ketegasan kepada orang lain. "Kaburo maqtan 'indallahi an taquuluu maa laa taf'aluun."
Ya, bagaimana tegas dan bijak kepada diri. Bukan hanya memberlakukan ketegasan kepada orang lain. "Kaburo maqtan 'indallahi an taquuluu maa laa taf'aluun."
Baiknya bercermin, tanyakan pada diri (bukan bertanya pada rumput yang bergoyang),
"Halloo bagaimana kabarmu ? Siapakah dirimu ? Lantas, bagaimana pula denganmu ? Engkau sendiri sudah kah ?" Bla..bla..bla sederet pertanyaan lainnya. Karena kelak kita pun akan ditanya oleh yang berwenang, yang berkuasa.
"Halloo bagaimana kabarmu ? Siapakah dirimu ? Lantas, bagaimana pula denganmu ? Engkau sendiri sudah kah ?" Bla..bla..bla sederet pertanyaan lainnya. Karena kelak kita pun akan ditanya oleh yang berwenang, yang berkuasa.
"Sayangi dirimu" (bukan iklan)
~ untukku, untuk kita ~
@Annie
Bondowoso, 30 Oktober 2015
Bondowoso, 30 Oktober 2015
0 komentar:
Posting Komentar